Rabu, 24 Maret 2010

MERDEKA DARI PENGHAMBAAN KEPADA THAGHUT

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain." (Al-Ma’idah: 20)

Kemerdekaan adalah karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, nikmat kemerdekaan harus terus disyukuri dan dimaknai lebih dalam dari hanya sekedar peringatan ceremonial belaka. Bukan lantaran ia dicapai dengan pengorbanan harta, jiwa dan raga saja, namun karena kesadaran kita juga bahwa kemerdekaan itu tak akan mungkin tercapai tanpa campur tangan dan karunia Allah Dzat yang Maha Kuasa.

Hal ini dipahami benar oleh paru guru dan pahlawan pendahulu kita hingga kesadaran iman itu pun termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi ” ..atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa…”. Sebuah warisan kejujuran yang harus direnungi secara mendalam oleh generasi penerus di masa kini dan masa yang akan datang. Bahkan sebagaimana ayat 29 surat Al-Ma’idah di atas, Allah benar-benar mempertegas dalam firman-Nya bahwa kemerdekaan adalah pemberian-Nya. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan penuh tawadhu dan rendah hati.

Apabila pada masa-masa jahiliyah dan zaman kolonialisme wujud penjajahan yang menimpa umat adalah berupa penindasan fisik dan ancaman senjata, maka pada era kemerdekaan ini ‘musuh’ umat Islam menjelma dalam bentuk lain yang lebih ‘laten’ dan tidak kalah berbahaya. Peperangan yang mencuat adalah peperangan aqidah kaum muslimin dengan musuh-musuh yang beragam dan selalu memperbaharui diri.

Harta, kekuasaan, jabatan, uang, kesenangan, kemewahan, fasilitas hidup, mode, mistik, jimat, perdukunan, ramalan bintang, perjudian online, narkoba, seks bebas, dan tayangan-tayangan media yang menyesatkan dewasa ini sudah menjadi sosok-sosok monster yang merongrong aqidah kaum muslimin. Taghut tidaklah semata-mata dipahami sebagai sesosok berhala dan patung yang disembah dan dikeramatkan sebagimana dikenal pada masa-masa awal turunnya Islam. Namun pada hakikatnya, thaghut dapat berbentuk apa saja yang membuat hati dan pikiran manusia merasa condong dan memuliakannya, bahkan mencintainya melebihi cintanya kepada Allah SWT.

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah…” (Al Baqarah : 165)

Persoalan ini tentu tidak bisa dianggap enteng, sebab perkara-perkara tersebut diatas bukanlah fakta yang dibuat-buat. Namun sebuah realitas masyarakat yang sungguh sangat memprihatinkan. Apalagi serangan aqidah itu sudah secara langsung memasuki rumah-rumah melalui media televisi kita tanpa ada sedikitpun benteng yang mampu menahannya.

Kita bisa melihat bagaimana sesungguhnya pertelevisian kita sudah tidak lagi berpihak kepada umat dalam membentengi aqidahnya. Kekuasaan dan harta dijadikan komoditas yang memicu perseteruan, kemewahan di ‘dewa’ kan, ramalan di perdagangkan dengan vulgar dan tanpa malu-malu. Kemaksiatan dipertontonkan dengan kebanggaan. Dan banyak hal lain yang kesemuanya semakin hari semakin mengikis aqidah dan iman kaum muslimin.

Itu semua lantaran manusia telah menjadikan karunia dan pemberian-pemberian Allah sebagai sosok taghut yang mereka ’sembah’ dan bangga-banggakan. Oleh karena itu, kaum muslimin harus sadar dan segera bangun dari keterpurukan aqidah. Jangan sampai kita terjerembab dalam kedangkalan iman dan kedustaan aqidah, sebagaimana Allah peringatkan didalam firman-Nya:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (An-Nahl: 36)

Persoalan aqidah umat ini sudah memasuki kondisi kritis dan merisaukan. Dan harus ada tindakan konkrit untuk menyelamatkan masyarakat dari bahaya laten yang menggerogoti keimanan kaum muslimin. Generasi muda Islam harus menjadi garda terdepan dalam membentengi umat dari keruntuhan iman.

NGGA’ IKUT MUKHOYYAM KO’ BANGGA..?


Mukhoyyam adalah bagian yang tak terpisahkan dari kewajiban dan tuntutan tarbawi setiap kader dakwah. Tidak perduli tua atau muda, senior atau pun pemula. Dan mukhoyyam pun harus ditunaikan baik dalam kondisi lapang maupun sempit, dalam kondisi rizki melimpah ataupun seret. Sebab, mestinya setiap kader dakwah sudah jauh-jauh hari menyiapkan waktu dan maal untuk menyongsong event serius ini.

Urgensi mukhoyyam tidak lebih longgar dari kehadiran kader dalam TRP pekanan. Juga tidak lebih ringan dari menjalankan amanah struktural. Karena ia adalah bagian dari manhaj tarbiyah yang kita yakini kemuliaannya.Tantangan berat yang semakin beragam didepan mata, seharusnya mendorong para aktivis da’wah untuk memanfaatkan sarana mukhoyyam sebagai kesempatan emas untuk menge-charge kembali spirit dan kebugaran fikroh yang lambat laun mengendur seiring perjalanan waktu. Dengan sedikit kesulitan dan ujian dalam kegiatan mukhoyyam diharapkan agar setiap kader bisa menapak tilasi, merenungi dan bertafakur bahwa perjalanan da’wah dalam tataran implementasi jauh lebih sulit dan kompleks. Karenanya dibutuhkan kader-kader yang kuat secara fisik dan mental, kader yang cerdas dan mampu bertahan dalam kondisi sesulit apapun, dan kader yang mampu memikul beban amanah untuk memenangkan da’wah ini. Sehingga agama semata-mata hanya milik Allah SWT.

Ada beberapa hal yang harus dipahami setiap kader dakwah bahwa kewajiban mukhoyyam memiliki makna penting dalam amal jama’i, yaitu:

Membangun Kekuatan Ukhuwwah (Qowwiyul ukhuwwah)

Mukhoyyam akan menguatkan ukhuwah, karena disini para kader da’wah akan menjalani proses pengenalan (taaruf) dalam wujud yang lebih nyata. Saling bisa mengenali kelebihan dan kekurangan saudaranya untuk kemudian muncul perasaan saling memahami (tafahum) dan berlapang dada. Sehingga dengan itu setiap kader semakin menyadari pentingnya amal jama’i, saling melengkapi, dan ber-takaful (saling menanggung) dalam amal-amal da’wah.

Membangun Kekuatan Keberanian (Qowwiyul Saja’ah)

Tantangan da’wah hari ini memiliki jenis yang jauh lebih kompleks dan beragam daripada masa-masa sebelumnya. Tidak hanya ancaman dan rongrongan dalam bentuk pemikiran saja, namun juga berupa opini, teror, ancaman fisik dan lain-lain. Perlu kesiapan memadai untuk bisa menanggulangi dan mencari jalan keluar.

Performance kader dalam rutinitas TRP sangat tidak mampu menunjukkan kebutuhan ini. Apalagi dalam perkembangannya tidak sedikit TRP yang mengalami pasang surut dalam frekuensi kuantitas dan kualitasnya. Sehingga potensi keberanian yang dimiliki setiap kader kurang terasah dan terlatih untuk merespon tantangan dan ancaman terhadap da’wah ini. Meskipun keberanian tidak hanya terukur dari hitungan pengendalian emosi dan fisik semata. Mukhoyyam adalah media yang cukup tepat untuk ‘menajamkan’ potensi yang satu ini.

Membangun Kekuatan Kedisiplinan (Qowiyyul Dzawabit)

Maraknya bangku kosong di awal acara yang sering mewarnai program-program da’wah yang selama ini diselenggarakan akan terus menjadi ‘budaya’ yang mengakar jika kedisiplinan kader semakin lama semakin tidak teruji. Apabila untuk sekedar hadir saja tidak bisa disiplin dan tepat waktu, lalu bagaimana jika seorang kader diberikan kepercayaan untuk mengelola amanah? Analogi yang fair. Jika urusan sepele saja tidak mampu, maka untuk tanggung jawab yang jauh lebih besar pasti akan berantakan dan jauh dari sukses dan keberkahan. Da’wah ini akan sangsi untuk memikulkan amanah kepada kader-kadernya yang lemah disiplin. Padahal kita-kita juga sebagai kader-kader da’wah yang menjadi batu bata penopang bangunan ini. Jika kita tidak layak memikul amanah karena lemahnya disiplin kita, lantas apakah da’wah ini harus memberikan kepada orang lain?

Membangun Kekuatan Daya Responsibilitas

Tidak bisa dipungkiri bahwa terbengkalainya kerja-kerja da’wah di berbagai tempat banyak disebabkan semakin payahnya daya responsibilitas kader. Luntur oleh karunia dan kemudahan yang pada hari ini semakin gampang digenggam tangan. Sungguh keliru jika ‘gaya amal’ kita terus menerus seperti ini. Apalagi jika semakin parah?

Tentu kita sering mendapatkan informasi jika saat-saat ini tidak sedikit aktivis da’wah yang urung menunaikan tugas gara-gara terhalang gerimis dan rengekan anak. Atau karena sedikit kemalaman dan ‘jauh’. Padahal sarana kehidupan yang dimiliki kader semakin lengkap mengingat latar belakang mata pencaharian dan ekonomi rata-rata kader cukup baik dan mapan. Tidak kurang kader yang memiliki alat transportasi, motor bahkan mobil. Dan berapa banyak kader yang tidak punya HP dan telepon, sangat sedikit. Namun sayangnya, anugerah dan kesempatan lebih yang Allah berikan kurang dimanfaatkan untuk mendongkraknya dalam amal-amal da’wah.

Bukan perkara siapa yang salah. Namun yang paling jelas bisa dipahami adalah bahwa lemahnya daya responsibilitas kita dalam menyambut seruan kerja da’wah sejauh ini disebabkan semakin luntur dan pudarnya imtimam kita terhadap manhaj. Oleh karena itu, untuk mewujudkan mimpi-mimpi besar kita dalam da’wah, yaitu kemenangan dan kemuliaan di sisi Allah SWT, harus senantiasa dijaga dan dipelihara kualitas ketaatan dan loyalitas kita terhadap manhaj dan jalan dawah. Atau jika diperlukan, harus ada ‘renovasi’ serius untuk mengembalikan fikroh dan kesadaran kader kepada manhaj yang mulia. Karenanya, mukhoyyam menduduki posisi yang strategis untuk memelihara orisinalitas fikroh kader dan terjaminnya keberlangsungan pembenahan umat. Sehingga meninggalkannya bagaikan melepas salah satu pilar bangunan da’wah ini.

Dibagian akhir tulisan ini, penulis menghimbau kepada seluruh kader* Kota Tangerang yang belum mengikuti mukhoyyam sebelumnya di DP masing-masing, agar segera bersiap diri untuk bersama kader lainnya mengikuti Mukhoyyam Dasar II yang akan diselenggarakan pada hari Jum’at - Ahad, 6 - 8 Juli 2007 di Gunung Bunder, Bogor. Dan bagi para muwajih, alangkah indahnya jika Antum memahami dengan lebih baik urgensitas mukoyyam ini, dan mendorong dengan serius para binaannya untuk mengikuti mukoyyam ‘wada’ 2007 ini. Jazakumullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar